Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya manusia manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekkukupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang ilmu... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
"Kita kalah, Ma," bisikku.
"Kita telah melawan, Nak., Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."
Rp 70.000 | |
Beli Sekarang | |
Tersedia | |
Berat (gram) | 700 |
INFO BUKU
Judul: Bumi Manusia
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Edisi: III, 2006
Halaman: 535
Ukuran: 13 x 20 x 2.5cm
Ukuran: 13 x 20 x 2.5cm
Sampul: Soft Cover
Bahasa: Indonesia
Kondisi: Buku Baru Stok Lama
Lokasi: 813/Toe/b